Seorang Operator Sekolah Menikam kepala seksi kurikulum Dinas Pendidikan Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT.
Diduga kuat pelaku alami tekanan mental dan sakit hati karena korban melakukan koreksi berulang kali dan teguran keras terhadap laporan dana bos sekolah yang pelaku pegang.
Pelaku menikam korban di perut hingga kini korban masih dirawat di rumah sakit.
Pelajaran berharga untuk kita
Sumber: umbu taka
Hari Ini, Kita Belajar dari Peristiwa Tragis di Sumba Barat Daya
Hari ini, masyarakat Sumba Barat Daya dikejutkan oleh peristiwa yang menyedihkan dan memilukan: seorang operator sekolah menikam seorang pejabat Dinas Pendidikan. Kejadian ini bukan sekadar berita kriminal. Ini adalah tanda bahwa ada tekanan, luka batin, dan masalah komunikasi yang sering terjadi diam-diam di dunia kerja kita terutama dalam dunia pendidikan.
Emanuel Karsianto Sukardana, operator sekolah berusia 25 tahun, disebut-sebut mengalami tekanan sejak beberapa bulan terakhir. Ia terus menerima koreksi dan teguran soal laporan dana BOS yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam situasi seperti itu, sangat mungkin ia merasa lelah, cemas, bahkan frustrasi. Ketika perasaan seperti ini tidak ada yang mendengar, dan tidak ada ruang untuk mengeluh atau mendapat dukungan, bisa saja seseorang bertindak di luar batas.
Sementara itu, Aloysius Lede Bora, pejabat Dinas Pendidikan yang menjadi korban, juga sedang menjalankan tanggung jawabnya. Sebagai kepala seksi di bidang kurikulum, ia harus memastikan laporan keuangan benar dan sesuai aturan. Mungkin niatnya untuk mengoreksi bukan untuk menjatuhkan, tapi untuk memperbaiki. Namun, cara komunikasi atau pendekatannya mungkin membuat suasana jadi tegang.
Keduanya adalah manusia. Sama-sama punya tanggung jawab. Sama-sama punya beban. Sama-sama terjebak dalam sistem yang kadang menuntut terlalu banyak, tapi tidak menyediakan cukup ruang untuk mendengarkan dan memahami.
Peristiwa ini seharusnya membuat kita semua merenung. Bahwa di balik setiap pekerjaan, ada orang yang bisa saja sedang kelelahan. Di balik setiap laporan, ada tekanan. Di balik setiap teguran, ada dampak.
Kita perlu menciptakan tempat kerja yang sehat—bukan hanya secara fisik, tapi juga secara mental. Tempat di mana kita bisa saling mendukung, bukan saling menekan. Tempat di mana komunikasi dilakukan dengan hati, bukan dengan emosi. Tempat di mana semua orang bisa merasa aman, didengar, dan dihargai.
Semoga kejadian hari ini membuka mata kita. Kekerasan bukan jalan keluar. Tapi tekanan yang dibiarkan terlalu lama, juga bisa menjadi bom waktu.
Untuk Bapak Aloysius Lede Bora, semoga Tuhan memberikan kesembuhan, kekuatan, dan damai dalam masa pemulihan ini. Sumber: umbu taka