Di Kupang, 'Polisi Pangku Tangan', Malah Keluarga Yang Cari Barang Bukti Kematian Mereka

Di Kupang, 'Polisi Pangku Tangan', Malah Keluarga Yang Cari Barang Bukti Kematian Mereka

Kematian Lucky Dan Delfi masih menyisahkan pertanyaan besar yang berlum terjawab bagi keluarga besar kedua mendiang. 

Mereka dinyatakan meninggal dalam kecelakaan tunggal Sekitar setahun silam. Namun keluarga temukan sejumlah kejanggalan. 

kejanggalan itu sudah dikoordinasikan kepada polisi. Namun, spertinya polisi tidak ada upaya untuk mencari barang bukti. 

Seorang anggota keluarga yang ditemui media ini mengaku, dia heran dengan Polisi di Kupang. Mereka tidaka ada usaha, ibarat berpangku tangan saja, hanya keluarga yang modar mandir untuk cari barang bukti. Termasuk mencari  bukti rekaman CCTV, saksi-saksi dan lain-lain. 

Sudah begitu, keluarga sudah berikan barang bukti, polisi malah terkesan lamban  tangani kasus ini, padahal sudah satu tahun. Ironisnya, malah dihentikan oleh Polres Kupang Kota dengan alasan kurang barang bukti. Kini dilaporkan lagi ke Polda NTT, namun sama juga, lamban juga, alasan banyak sekali. Alasan ganti kapolda dan lain-lain. 


Berikut ini Fakta-fakta Kematian Lucky dan Delfi dilansir dari NTTbacarita.


Kronologi Kasus Dugaan Lakalantas Tak Wajar Berujung Kematian Lucky Renaldi Kristian Sanu di Kota Kupang.


Kematian tragis Lucky Renaldi Kristian Sanu alias Lucky pada 9 Maret 2024 awalnya dikabarkan sebagai kecelakaan lalu lintas tunggal. Namun, rangkaian peristiwa dan temuan keluarga korban menunjukkan adanya kejanggalan yang membuat kasus ini berlanjut hingga ke Polda NTT.


9 Maret 2024 – Kabar Kematian yang Mengejutkan

Sekitar pukul 10.00 WITA, keluarga pertama kali mendapat kabar duka dari Richard Goudlif Sanu, kakak kandung Lucky. Ia menerima informasi dari rekannya yang mendapat kabar melalui seseorang bernama Yabes, tahanan Lantas yang ikut bersama petugas kepolisian (Pak Erwin dan Pak Buraen) ke lokasi kejadian pada dini hari.


Richard mengaku sempat mencoba menghubungi ponsel Lucky yang masih aktif, namun tidak diangkat. Ia kemudian menghubungi ayah korban untuk memastikan kabar tersebut. Setelah mendapat kepastian bahwa jenazah dibawa ke RSU Prof. Dr. W.Z. Yohanes Kupang, keluarga segera menuju ke rumah sakit.


Di kamar jenazah, pihak Satlantas yang diwakili Pak Buraen menyampaikan bahwa Lucky dan rekannya, Delfi, meninggal akibat “kecelakaan tunggal.” Berdasarkan penjelasan itu, keluarga menolak dilakukan autopsi dan memilih membawa jenazah pulang untuk dimakamkan di kampung halaman di Amanuban.


11 Maret 2024 – Kecurigaan Muncul

Dua hari setelah pemakaman, kakak kandung Lucky, Sonia Bana Fanu, menyampaikan kecurigaannya terhadap penyebab kecelakaan. Ia tidak yakin peristiwa itu merupakan kecelakaan tunggal. Sonia kemudian mencari rekaman CCTV dari toko bangunan yang berada di sekitar lokasi kejadian.


Dari rekaman CCTV yang berhasil diperoleh, terlihat dua sepeda motor melaju beriringan. Dalam rekaman itu tampak ada gerakan seperti tendangan dari pengendara motor di belakang ke arah motor yang dikendarai Lucky dan Delfi, yang kemudian terjatuh. Motor pelaku langsung melarikan diri. Temuan ini membuat keluarga yakin kematian Lucky dan Delfi bukan kecelakaan biasa.


12 Maret 2024 – Pencarian Bukti dan Koordinasi Awal

Keluarga mencoba memperoleh rekaman CCTV tambahan dari pemilik toko bangunan, namun ditolak karena harus didampingi pihak kepolisian. Mereka lalu melanjutkan pencarian ke beberapa lokasi di sekitar TKP, termasuk sebuah salon dan kafe “Kopi O”.


Dalam proses pencarian, keluarga memperoleh informasi mengenai mobil Brio kuning yang sempat berada di lokasi kejadian. Setelah ditelusuri, mereka berhasil menemukan pengemudi mobil tersebut di kawasan Oeba, Kupang. Pengemudi mengaku sempat berhenti di lokasi karena sedang berbicara dengan seorang SPG dan mengaku melihat kecelakaan terjadi beberapa detik setelah mobilnya melintas.


Koordinasi dengan Polisi

Keluarga kemudian melaporkan temuan ini ke Polda NTT, namun disarankan untuk tetap berkoordinasi dengan Satlantas Polresta Kupang Kota. Pihak Lantas mengaku belum tahu kepada siapa kasus ini harus ditujukan, sehingga penyelidikan berjalan lambat.


November – Desember 2024 – Munculnya Saksi Baru

Beberapa bulan kemudian, keluarga mendapat informasi dari adik Lucky di Bali mengenai seorang saksi yang mengetahui kejadian sebenarnya. Saksi ini kemudian ditemui di Kupang di sebuah homestay. Dari keterangannya, saksi menyebut bahwa sebelum kejadian ia bersama terduga pelaku di sekitar area TDM, dan menyebutkan beberapa nama lain yang diduga terlibat.


Keluarga lalu mengantarkan dua saksi utama dengan inisial S dan A ke Polda NTT untuk memberikan keterangan, sebelum kemudian diarahkan ke Satlantas Polresta Kupang Kota untuk pemeriksaan lebih lanjut.


Januari 2025 – Pemeriksaan Saksi

Pada Januari 2025, saksi S dan A resmi diperiksa oleh penyidik Satlantas. Berdasarkan keterangan saksi, penyidik memanggil enam orang lain untuk dimintai keterangan. Lima di antaranya berhasil diperiksa, sementara satu orang dengan inisial I belum ditemukan.


Februari 2025 – Kasus Dinyatakan Tidak Cukup Bukti

Keluarga menerima surat SP2HP dari Polresta Kupang Kota yang menyatakan bahwa kasus dugaan laka lantas tersebut tidak cukup bukti untuk ditingkatkan ke tahap penyidikan. Penyelidikan pun dihentikan sementara.


April 2025 – Laporan Resmi ke Polda NTT

Merasa belum mendapatkan keadilan, keluarga akhirnya membuat laporan resmi ke Polda NTT pada 14 April 2025 dengan nomor: STTLP/B/97/IV/2025/SPKT/POLDA NTT. Polda kemudian mengeluarkan surat pemberitahuan hasil penyelidikan dari Ditreskrimum.


Mei 2025 – Barang Bukti Diamankan

Polda NTT mengamankan satu unit motor milik saksi berinisial I, yang diserahkan langsung oleh ibunya kepada pihak kepolisian. Namun hingga saat ini, saksi I belum diperiksa karena dikabarkan berada di Jakarta.


Keluarga juga menyebut masih ada dua saksi mata lain di tempat kejadian yang siap diperiksa. Pihak penyidik sempat menunda pemeriksaan karena adanya proses pergantian Kapolda NTT. Pemeriksaan lanjutan dijadwalkan pada awal Juni 2025.


Kasus kematian Lucky Renaldi Kristian Sanu yang awalnya diklaim sebagai kecelakaan tunggal kini berkembang menjadi dugaan tindak pidana. Upaya keluarga dalam mengungkap kebenaran terus berlanjut dengan harapan agar penegakan hukum dapat berjalan transparan dan memberikan keadilan bagi korban serta keluarganya.