Iklan

NTT Juara Satu Stunting, Ansy Lema: Pemerintah NAMKAK!


komentar ansy lema tentang stunting di ntt


Laporan Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) mencatat, pada tahun 2021 sebanyak 24,4% atau 1 dari 4 anak balita Indonesia mengalami stunting.

Menurut Kementerian Kesehatan, stunting adalah kondisi di mana anak mengalami gangguan pertumbuhan, sehingga tinggi badan anak tidak sesuai dengan rata-rata anak seusianya. Kondisi ini terjadi akibat masalah gizi kronis atau kekurangan asupan gizi dalam waktu yang lama.

Adapun Nusa Tenggara Timur (NTT) tercatat sebagai provinsi dengan angka stunting tertinggi nasional pada 2021. SSGI mencatat sebanyak 37,8% atau 1 dari 3 anak balita di NTT mengalami stunting.

Provinsi dengan angka stunting tertinggi berikutnya adalah Sulawesi Barat, yakni sebesar 33,8%. Diikuti Aceh 33,2%, Nusa Tenggara Barat (NTB) 31,4%, dan Sulawesi Tenggara 30,2%.

Setelahnya ada Kalimantan Selatan dengan angka stunting mencapai 30%. Lalu Kalimantan Barat 29,8%, Sulawesi Tengah 29,7%, serta Papua dan Gorontalo masing-masing 29,5% dan 29%.

Berikut rincian lengkap angka stunting di seluruh provinsi Indonesia menurut SSGI 2021:

  • Nusa Tenggara Timur 37,80%
  • Sulawesi Barat 33,80%
  • Aceh 33,20%
  • Nusa Tenggara Barat 31,40%
  • Sulawesi Tenggara 30,20%
  • Kalimantan Selatan 30,00%
  • Kalimantan Barat 29,80%
  • Sulawesi Tengah 29,70%
  • Papua 29,50%
  • Gorontalo 29,00%
  • Maluku 28,70%
  • Kalimantan Utara 27,50%
  • Maluku Utara 27,50%
  • Kalimantan Tengah 27,40%
  • Sulawesi Selatan 27,40%
  • Papua Barat 26,20%
  • Sumatera Utara 25,80%
  • Sumatera Selatan 24,80%
  • Jawa Barat 24,50%
  • Banten 24,50%
  • Indonesia 24,40%
  • Jawa Timur 23,50%
  • Sumatera Barat 23,30%
  • Kalimantan Timur 22,80%
  • Jambi 22,40%
  • Riau 22,30%
  • Bengkulu 22,10%
  • Sulawesi Utara 21,60%
  • Jawa Tengah 20,90%
  • Kep, Bangka Belitung 18,60%
  • Lampung 18,50%
  • Kepulauan Riau 17,60%
  • DI Yogyakarta 17,30%
  • DKI Jakarta 16,80%
  • Bali 10,90%


NTT Juara Stunting, Ansy Lema: Pemerintah NAMKAK!
Kementerian Perikanan dan Kelautan bersama anggota Komisi IV DPR RI, dari Fraksi PDI-P asal NTT, Yohanis Fransiskus Lema, melakukan kunjungan kerja (kunker) ke Pantai Sulamanda, Desa Mata Air, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang, Jumat (29/7/2022). Melalui Program Gemar Ikan, Kementerian Perikanan ingin mengajak masyarakat Kabupaten Kupang “Ayo Makan Ikan”. Program ini dimaksudkan meningkatkan kesehatan dan kecerdasan otak, demi mencegah stunting dan gizi buruk.

Menurut Ansi Lema, panggilan karib Yohanis Fransiskus, masa depan bangsa ini tidak terbatas ada di darat saja, tapi juga di laut. “Generasi yang punya masa depan, adalah generasi yang rajin mengonsumsi ikan, karena sumber gizi bagi kecerdasan otak, juga ada di ikan melalui kandungan Omega-3 yang sangat penting bagi pertumbuhan dan pembentukan otak manusia,” kata Ansi.

Berada di Komisi IV DPR RI, bukannya tanpa alasan bagi Ansi. Menurutnya, komisi ini NTT banget. “Komisi ini melayani rakyat di sektor pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, kehutanan dan lingkungan hidup. Sesuai data BPS, mayoritas masyarakat di NTT berprofesi sebagai petani, dan hidup di desa – desa. Mereka sebagai petani tradisional dan konvensional, dimana mereka juga sebagai peternak,’ ungkapnya.

Ansi menambahkan, ketika duduk di Komisi IV, temannya di DPR RI menyebut sebut NTT dengan akronim “Nasib Tidak Tentu”, “Nusa Tidak Terurus” dan “Nanti Tuhan Tolong”. “Akronim negatif ini dilecutkan sebelum saya jadi anggota DPR RI. Semenjak saya di Komisi IV, akronim negatif ini sudah berganti positif, visioner dan konstruktif yang menjanjikan bagi masa depan NTT. Sekarang NTT adalah Nelayan Tani dan Ternak. Inilah sektor andalan dan unggulan, sekaligus menjadi masa depan NTT,” sebut Ansi.

Soal tudingan banyak lahan tidur dan tidak terurus di NTT karena manusianya pemalas, menurut Ansi, hal itu tidak sepenuhnya benar. “Sebenarnya yang duluan tidur adalah pemerintah. Kalau negara kasih excavator dan traktor, dalam hitungan menit lahan tanam puluhan hektar pasti siap. Kalau negara berikan rakyat pupuk, benih dan air, apakah rakyat NTT malas? Kalau pemerintah kasih kapal ketinting atau sampan, apakah rakyat NTT tidak melaut dan cari ikan? Jadi kalau ada kasus gizi buruk dan stunting, itu karena pemerintah yang “Namkak” (Tanganga) bukan rakyat. Rakyat tidak bisa disalahkan, karena rakyat tidak punya apa – apa. Negara yang punya, maka harus bekerja menyediakan sarana prasarana, serta fasilitas yang dibutuhkannya rakyat,” tegasnya.

Kadis Perikanan dan Kelautan Kabupaten Kupang, Jack Baok, dalam kesempatan itu menyampaikan, nelayan di Kupang adalah nelayan kecil, dan tidak punya fasilitas. “Mereka butuh ketinting dan sampan, bukan kapal 5GT karena mereka belum terbiasa menggunakan kapal tangkap sebesar itu,” sebutnya.

Sedang masyarakat yang tinggal di pegunungan, kata Jack, memiliki banyak ternak sebagai sumber penghasil daging. “Ternak mereka banyak, tapi mereka lebih memilih untuk dijual lalu dapat uang, ketimbamg memakan dagingnya. Orang Amarasi terkenal dengan sapi paron. Orang Amfoang dan Fatuleu juga banyak sapi, tapi untuk makan daging tunggu kalau ada pesta. Ini persoalan yang perlu diperbaiki. Karena masyarakat kita lebih banyak tinggal di pegunungan, maka budi daya ikan air tawar jadi solusi, dan harus lebih digalakkan,” usulnya. (sumber: rakyatntt.com)

Iklan Atas Artikel

Iklan

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Iklan

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan

Iklan Bawah Artikel

Iklan